BAB1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Lingkungan adalah sesuatu yang
ada di sekitar manusia yang dapat memengaruhi kehidupan manusia. Menurut
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang berlaku di Indonesia, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pada dasarnya lingkungan
hidup dikenal sebagai tempat dimana semua makhluk hidup tinggal dan melakukan
kehidupannya sehari-hari.
Pada umumnya manusia bergantung
pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat
menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi manusia
adalah tanah, air, dan udara. Tanah merupakan tempat manusia untuk melakukan
berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai komponen terbesar
dari tubuh manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan
jumlah yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang baik. Secara garis besar
komponen lingkungan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok biotik
(flora darat dan air, fauna darat dan air), kelompok abiotik ( sawah, air dan
udara) dan kelompok kultur (ekonomi, sosial, budaya serta kesehatan
masyarakat).
Di saat sekarang ini masyarakat
sudah tidak peduli lagi terhadap lingkungan hidup tempat mereka tinggal. Hal
ini telihat dari semakin sedikitnya masyarakat yang peduli terhadap kelestarian
lingkungan. Banyak masyarakat yang merusak lingkungan atau mengeksploitasi
lingkungan secara berlebihan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke
bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang
dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan
generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak
buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Seperti kian maraknya pembangunan
industry. Manusia
membangun pabrik untuk membuat barang-barang yang dibutuhkan. Namun,
pembuatan pabrik juga memiliki sisi negatif karena akan menghasilkan limbah
pabrik. Apabila limbah pabrik itu tidak diolah terlebih dahulu maka akan
mengakibatkan polusi, baik polusi tanah, udara maupun polusi air. Selain itu manusia dewasa ini sering kali penebangan dan
pembakaran hutan secara liar. Penebangan dan pembakaran hutan dapat membuat hutan
menjadi gundul sehingga akan berakibat
timbunya bencana banjir dan tanah longsor, serta kepunahan para flora dan fauna
penghuni hutan. Manusia juga sering melakukan perburuan terhadap hewan-hewan di
hutan untuk keperluan ekonomi.
Sehingga
diperlukan sekali tindakan pelestarian dari masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Upaya Pelestarian
Lingkungan di Desa Petulu, Banjar Petulu Gunung.
Desa petulu merupakan salah satu desa yang berlokasi di Kecamatan Ubud
Kabupaten Gianyar. Jaraknya sekitar 5 km
dari sebelah utara Ubud dan memerlukan 10 menit perjalanan dari pusat kota Ubud. Yang menjadi keunikan
desa ini adalah adanya burung burung bangau berwarna
putih yang sangat banyak di sepanjang jalan desa. Burung-burung tersebut
berpusat di di Banjar Petulu Gunung. Bangau atau Ibis atau bahasa Bali-nya KOKOKAN hidup dengan damai di pohon-pohon yang
tumbuh di ambal-ambal depan rumah penduduk tanpa diganggu sedikitpun. Kokokan
disini berjumlah lebih dari puluhan ekor meskipun Banjar Petulu Gunung kini
mulai berubah dengan pembangunan yang semakin pesat. Bahkan burung ini sudah menjadi icon Banjar Petulu
Gunung.
1.1.1
Sejarah
Banjar Petulu Gunung dan Munculnya Burung Kokokan.
Ada berbagai cerita
rakyat yang menyatakan bahwa petulu gunung merupakan gunung dari wilayah
kekuasaan Raja Sukawati. Nama ini diberikan oleh Cokorda Gunung, anak raja
sukawat,i kira-kira abad ke-15. Raja Sukawati menempatkan soroh (warga) bendesa
untuk bermukim dan membangun Desa petulu gunung. Karena wilayah sangat lebar
atau bet, maka wilayah itu dibesebut bet dulu, kemudian menjadi petulu. Wilayah
yang paling utara diberi nama Petulu Gunung. Disebut Gunung karena letaknya di
ujung dan datarannya paling tinggi.
Wilayah petulu
gunung sangat terisolir, jalannya buntu dan sulit dijangkau. Kehidupan
masyarakatnya sangat miskin karena kurangnya pekerjaan serta sempitnya lahan
sawah yang digarap masyarakat. Sehingga dalam usaha untuk melangsukan
kehidupan, masyarakat petulu gunung banyak merantau keluar wilayah untuk
mendapat pekerjaan maupun sumber pangan seperti, beras, kopi, dan ketela.
Mereka banyak pergi kewilayah Singaraja untuk ngorek kopi dan ke wilayah Tabanan
untuk munuh padi serta wilayah Bangli untuk munuh ketela. Tiga wilayah ini
selalu mereka datangi setelah musim panen tiba. Mereka akan kembali setelah
mendapatkan hasil atau pada waktu piodalan maupun hari raya Galungan dan
kuningan.
Melihat fenomena
ini masyarakat petulu gunung berfikir bahwa apa yang dialami merupakan suatu
kejadian yang disebabkan oleh kurangnya yadnya yang dihaturkan pada Hyang Maha
Kuasa. Untuk menanggulangi keadaan tersebut, masyarakat berencana untuk
melaksanakan upacara besar di Pura Desa yaitu : mependem, mepedagingan, mebalik
sumpah, dan ngenteg linggih. Mereka sangat percaya dengan melaksanakan upacara
besar ini masyarakat petulu gunung akan hidup damai dan sejahtera.
Dengan dukungan
yang sangat besar dari Puri Ubud, maka ditetapkannya upacara tersebut pada hari
sabtu kliwon landep. Masyarakat mulai ngayah untuk mempersiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan keperluan upacara seperti : rerampe (janur, bambu),
pedagingan (beras, telur), dan wewalungan (binatang kurban). Ketika masyarakat
ngayah, beberapa orang diantara mereka melihat empat ekor burung kokokan di
atas pohon di depan rumah mangku desa. Mereka tidak mempunyai firasat apa-apa
bahwa burung itu akan menjadi penghuni desanya.
Tanggal 25
Oktober 1965 merupakan puncak acara ngenteg linggih di pura desa yang tentunya
diawali terlebih dahulu dengan upacara besar seperti : melasti, mepedanan,
mepedagingan, mepada. Upacara dapat terlaksana dengan khusuk, khidmat, damai,
dan lancar walaupun pada masa persiapan diliputi dengan suasana yang sangat
tegang karena suhu politik yang sedang memanas yaitu G30S/PKI yang sering
disebut dengan GESTAPU/GESTOK. Tapi berkat kuasa Hyang Widhi mereka dapat
melaksanakan yadnya yang besar itu dengan lancar.
Tepat tanggal 7
November 1965, upacara berakhir dan Ida Bhatara mesineb. Bersamaan dengan itu
datanglah segerombolan burung kokokan bertengger dan bersarang di atas
pepohonan yang tumbuh di ambal-ambal rumah penduduk. Melihat banyaknya burung
kokokan yang datang, masyarakat mempercayai bahwa burung tersebut merupakan
pica Ida Bhatara Desa. Burung kokokan ini merupakan salah satu peliharaan dari
Pura Desa yang patut dipelihara dan disucikan. Akhirnya burung kokokan tersebut
dijemput (dipendak) oleh seluruh masyarakat dengan upacara khusus di Pura Desa.
Dari keyakinan tersebut masyarakat
petulu gunung memelihara burung kokokan tersebut dengan taat dan tidak ada yang
berani mengganggunya. Mereka percaya apabila mereka mengganggu burung kokokan
akan berakibat fatal bagi kehidupan dirinya maupun kehidupan tanamannya yang
ada di sawah. Kejadian ini sudah sering dibuktikan dengan adanya tanaman padi
yang dirusak burung kokokan, orang jatuh pingsan karena menembak burung
kokokan, orang yang minta maaf (neduh) karena
mengambil anak kokokan tanpa permisi. Maka untuk menjaga keamanan dan
kelestarian burung kokokan masyarakat petulu gunung membuat hukum (awig-awig)
khusus yang berkaitan dengan keberadaan burung kokokan yang harus ditaati oleh
seluruh masyarakat.
1.1.2
Keberadaan
Burung Kokokan
Famili
Kokokan adalah burung air (water bird) yang merupakan burung migran. Menurut I
Made Surita yang merupakan salah satu guide yang bertugas di Banjar Petulu Gunung
mengatakan bahwa burung kokokan hanya dapat hidup dengan baik di Banjar Petulu
Gunung tersebut. Kemudian berdasarkan penelitian yang pernah ia lakukanbersama
mahasiswa dari Universitas Udayana tentang Kokokan yang berada di Banjar Petulu
Gunung, ada empat faktor yang mempengaruhi kenapa begitu banyak kokokan yang
ada di Banjar Petulu Gunung meliputi:
1. Faktor
Cuaca.
Banjar Petulu
Gunung memiliki kondisi geografis yang sangat memadai dan disukai oleh kokokan.
Apabila di bandingkan dengan kondisi di sekitar Denpasar ataupun Klungkung yang
notabene memiliki kondisi cuaca yang cenderung panas dan wilayah seperti
Kintamani yang cenderung dingin, Banjar Petulu Gunung memiliki cuaca yang
cenderung stabil. Yaitu tidak terlalu panas maupun tidak terlalu dingin.
Kondisi yang
seperti ini dapat membantu dalam sistem peranakan. Dalam kondisi tertentu
misalnya pada saat cuaca terlalu panas maupun terlalu dingin dengan datangnya
curah hujan, maka telur kokokan tersebut tidak dapat menetas. Lain halnya
dengan di Banjar Petulu Gunung, meskipun turun hujan telur tetap dapat menetas
karena kondisi cuaca yang cenderung stabil dan tidak ada perubahan yang terlalu
signifikan terhadap keberadaan kokokan yang ada di Petulu.
Burung kokokan
berkembang biak setahun sekali dengan proses bertelur. Setiap pasangan
mempunyai telur 4-6 butir. Biasanya musim bertelur jatuh pada bulan
November-Desember yang diawali dengan membuat sarang. Akhir bulan Desember dan
Januari Kokokan mulai berternak. Dalam musim burung Kokokan mulai membuat
sarang (bulan November) sampai anaknya bisa terbang(bulan maret), mereka berada
di Petulu Gunung satu hari penuh yaitu dari pagi sampai malam hari. Setelah
anaknya bisa terbang dan mencari makan sendiri, serta musim tanam sudah lewat,
burung Kokokan pergi nan jauh di pagi hari dan baru datang sore hari sekitar
pukul 17.00 wita. Musim ini biasanya berlangsung bulan April sampai Oktober.
2. Faktor
Geografis.
Banjar Petulu
Gunung terletak di wilayah dengan kondisi geografis yang menguntungan bagi
kokokan. Karena, Banjar Petulu Gunung di kelilingi oleh wilayah persawahan. Hal
ini sangat menguntungan karena memudahkan kokokan untuk mencari makanan.
3. Faktor
Keyakinan.
Faktor ini
termasuk dalam hubungan dengan faktor – faktor gaib. Hal ini di karenakan di
Banjar Petulu Gunung terdapat Pura Desa yang di dalamnya terdapat pelinggih khusus
untuk memuja kokokan. Kokokan yang ada di Banjar Petulu Gunung di anggap
sebagai due (milik) pura yang ada di Banjar Petulu Gunung, sehingga dia hanya
akan bisa tinggal di daerah itu saja. Hal ini pernah dibuktikan oleh
masyarakat. Saat itu masyarakat berniat untuk memindahkan habitat burung
kokokan ke ladang sawah di pinggir desa dengan menanam pohon-pohon besar
seperti bunut disana, tapi burung tersebut tetap saja tidak mau pindah. Mereka
tetap bersarang disekitaran rumah penduduk. Hal ini diyakini burung tersebut
memiliki hubungan yang erat dengan pelinggih di Pura Desa tersebut. Sehingga
dianggap sakral dan di lindungi secara niskala.
4. Faktor
Habitat.
Di Banjar Petulu
Gunung terdapat pohon yang hanya tumbuh di sekitar Banjar Petulu Gunung. Pohon
ini disebut dengan istilah “Bunut” (Ficus indica). Ada tiga jenis
Pohon Bunut yang ada di Banjar Petulu
Gunung, yaitu Bunut Wot, Bunut Panggang, dan Bunut Kroyo. Diantara tiga jenis bunut tersebut, Bunut
Wotlah yang paling disukai oleh kokokan. Karena populasinya yang paling banyak dan
memiliki cabang yang lebat. Cabang ini digunakan untuk membuat sarang burung.
Sarang burung Kokokan berbentuk seperti penggorengan.
Jumlah total individu dalam populasi Burung Kokokan yang ada di
Desa Petulu saat ini mencapai 20.944 ekor (hasil pendataan tahun 2008), angka
ini didapat dari jumlah sarang yang ditemukan pada saat pengamatan yaitu 5.236
buah. Pada tahun 2004 ditemukan 3.117 buah sarang, dengan perkiraan populasi
mencapai 12.468 ekor, dari angka ini (dibandingkan dengan data tahun 2008)
dapat diperkirakan pertumbuhan populasi Kokokan di Desa Petulu mencapai 2.119
ekor/tahun. Kokokan yang ada di Banjar Petulu Gunung, dilindungi oleh dua
hukum. Yaitu hukum secara sekala dan hukun secara niskala. Hukum sekala
meliputi tidak boleh membunuh, menembak, ataupun memelihara kokokan tanpa
seijin petugas. Apabila ini dilangggar maka akan dikenakan sanksi adat,
misalnya jika ada yang menembak kokokan yang ada di Petulu Gunung maka ia akan
dikenakan sanksi berupa denda sebesar satu juta rupiah. Sedangkan secara
niskala, karena kokokan di Petulu Gunung dianggap sebagai milik Pura Desa yang
ada di Petulu Gunung. Sehingga tidak boleh diganggu kehidupannya. Apabila ada
yang berani mengusik kehidupan burung Kokan maka akan mendapat hukuman secara
niskala berupa di datangi makhluk besra melalui mimpi atau hidupnya tidak
tenang.
Kokokan yang ada
di Petulu Gunung memiliki dua siklus dalam kehidupannya. Yaitu saat kokokan
hanya ada pada sore hari, dan saat kokokan berada saat pagi dan sore hari.
1. Siklus
Pertama (kokokan hanya ada pada sore hari).
Siklus ini
berlangsung dari bulan Mei sampai September. Pada siklus ini, kokokan akan
mulai meninggalkan sarang pada pukul 06.00 pagi untuk mencari makanan. Dan baru
akan kembali sebelum matahari terbenam. Makanan kokokan ini dapat berupa
serangga, tikus, bahkan ular kecil. Sehingga keberadaannya juga sangat
menguntungkan bagi para petani karena dapat digunakan sebagai predator dan
pengusir hama tumbuhan yang ada di sawah sekitar Desa Petulu.
2. Siklus
Kedua (kokokan ada pada pagi dan sore hari).
Siklus ini
berlangsung dari bulan Oktober sampai akhir bulan Maret. Pada siklus ini,
kokokan mengalami masa untuk bertelur, mengeram, dan membesarkan anaknya. Pada
masa ini berlangsung sekitar kurang lebih empat bulan. Sehingga kokokan yang
ada di Petulu Gunung pada siklus ini, lebih banyak menghabiskan waktu di Petulu
Gunung ketimbang di luar wilayah Petulu Gunung. Perlu diketahui bahwa pada
setiap sarang burung kokokan yang ada di Petulu Gunung minimal diisi dengan dua
anak, dan maksimal dengan 3 anak.
Terdapat
tiga jenis kokokan yang ada di Petulu Gunung. Yaitu:
1. Bangao
– Bangao.
Yaitu burung
yang berwarna putih dengan leher, kepala, dan paruh yang berwarna kuning.
Jumlahnya lumayan banyak di Petulu Gunung.
2. Kokokan.
Yaitu burung
yang seluruh badannya berwarna berwarna putih. Dan jumlahnya lumayan banyak di
Petulu Gunung.
3. Blekok.
Yaitu burung
yang yang berwarna putih dengan punggung yang berwarna hitam. Dan jumlahnya
paling sedikit dan paling langka di Petulu Gunung.
·
Dampak
keberadan burung kokokan bagi masyarakat
Dampak positif
a.
Masyarakat
Desa Petulu pun telah kuat mempercayai bahwa burung Kokokan yang ada di sekitar
mereka ini akan membawa berkah di berbagai sumber kehidupan.
b. Sehingga
keberadaannya juga sangat menguntungkan bagi para petani karena dapat digunakan
sebagai predator dan pengusir hama tumbuhan yang ada di sawah sekitar Desa
Petulu.
c. Menambahkan
penghasilan masyarakat karena menjadikan desa mereka sebagai objek wisata.
Dampak
negatif
a.
Populasi
di burung Kokokan di desa Petulu yang saat ini telah mencapai angka ribuan ini
ada sejak tahun 1965. Jumlah yang ratusan bahkan saat ini ribuan tentunya
memberikan dampak adanya bau amis dari kotoran burung tersebut. Tapi masyarakat
tidak bisa berbuat apa. Mereka terpaksa merelakan rumah mereka dipenuhi dengan
sarang dan kotoran burung kokokan. Hal ini disebabkan mereka tidak berani
menggangu kehidupan kokokan karena takut akan hilangnya kemakmuran dan
kesejahteraan desa mereka.
1.1.3
Kondisi
Lingkungan dan Penduduk Desa Petulu.
Desa Petulu ini
merupakan kawasan yang cukup padat penduduk. Luas wilayah Desa Petulu adalah
384 Ha dengan Penduduk yang bermukim sebanyak 4.352 jiwa (Profil Pembangunan Desa Petulu Tahun 2003), jadi
kepadatan penduduknya rata-rata 450 org/Km2. Luas
wilayah desa Petulu kurang lebih 1 km ( 900 m ). Desa berdasarkan jumlah
KK(Kartu Keluarga) memiliki jumlah penduduk sekitar 130 kepala keluarga. Mayoritas
pekerjaan masyarakat desa ini sebagai besar sebagai petani dan pengrajin. Ini
terbukti dengan begitu banyak ladang sawah di sepanjang desa ini dan desa ini juga
menghasilkan berbagai karya seni kerajinan seperti lukisan, patung, dan
piguran. Sedangkan PNS sedikit, hal ini karena desa Petulu masih di bawah
kekuasaan Puri Ubud/ Kerajaan Ubud. Tapi sebagian penduduk juga ada bertugas
sebagai guide untuk melayani para wisatawan yang berkunjung ke Desa
Petulu.
Kondisi
lingkungan di Desa Petulu ini masih cukup asri. Lingkungannya pun masih sangat
tertata rapi. Rumah-rumah penduduk masih memperlihatkan arsitektur bali asli.
Selain itu sistem perairan disanapun juga sangat bersih dan jernih. Desa ini
ditumbuhi begitu banyak pepohonan dan padi-padian sehingga menambah keasrian
desa tersebut. Pohon yang paling banyak ditemui disana adalah pohon “ bunut”,
tak jarang juka ditemukan pohon nangka, cempaka, dan kamboja.
1.1.4
Petulu
Sebagai Objek Wisata
Desa petulu
telah menjadi salah satu objek wisata yang cukup terkenal di Pulau Bali. Desa
ini memiliki pesona alam yang luar biasa dengan ratusan burung Kokoan yang
mampu mengikat para wisatawan. Sejak
awal masuk ke Banjar Petulu Gunung, masyarakat akan dimanjakan dengan tempat
santai berupa warung makanan dan minuman dan diarea persawahan dimana dari tempat ini
mereka bisa melihat ratusan burung Kokokan diatas pohon-pohon pelindung yang
ada disepanjang jalan Desa. Karena keberhasilan desa setempat melestarikan
habitat kawanan Kokokan ini, dimana spesies famili burung ini sudah termasuk ke
dalam daftar satwa liar yang dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990,
tertuang dalam PP No.7 tahun 1999, maka pemerintah pernah menganugrahkan penghargaan piala Kalpataru
kepada masyarakat.
Objek wisata ini tidak dikelola oleh pemerintah
tapi dikelola langsung oleh Banjar. Hal ini dikarenakan penduduk Desa Petulu
takut menanggung rugi karena opset penjualan tiket dan keuntungan obyek wisata
ini tidak dapat dinikmati langsung oleh masyarakat tetapi justru malah
menguntungkan pihak pemerintah.
Untuk tiket bagi
para wisatawan dijual dengan 2 versi harga. Bagi wisatawan lokal, tiket dijual
seharga Rp.10.000. Sedangkan wisatawan mancanegara, tiket dijual seharga
20.000. Fasilitas-fasilitas yang disediakan di desa ini bagi para wisatawan diantaranya,
1. Toilet
2. Parkir,
yang disediakan oleh banjar.
3. Loket
tiket, ada dua.
Para
wisatawan juga akan di temani oleh beberapa guide yang ada di Desa Petulu.
Mereka biasanya bertugas di sebuah locket yang berlokasi di dua tempat, yang
satu berada di sebelah Pura Desa dan sebelah lagi di …….. Mereka biasanya
bertugas dari jam 4 sore sampai jam 7 malam. Mengapa sore-sore? Karena pada
saat itulah para wisatawan paling banyak berkungjung. Hal ini dikarenakan pada
saat itu juga burung Kokokan baru pulang dari perjalanannya mencari makan.
1.1.5
Kondisi
kehidupan Masyarakat
Kehidupan
masyarakat di Banjar Petulu Gunung ini sangat dijunjung tinggi dengan
kekeluargaan. Mereka hidup dengan tentram dengan saling membantu diantara
sesama. Mereka juga sangat mencintai budaya gotong royong. Hal ini dibuktikan
dengan kerja sama mereka ketika melakukan upacara-upacara besar ataupun sekedar
kerja bakti bersama di desa mereka. Berdasarkan hasil wawancara kami dengan
salah satu penduduk yang bernama……….mereka memiliki jadwal tersendiri untuk
melakukan kerja bakti, biasanya pada hari minggu. Kegiatan itu bertujuan untuk
membersihkan kotoran burung kokokan yang berbau amis di sepanjang jalan desa.
Selain itu
mereka juga sangat lugas dan sederhana tetapi sangat taat dalam melaksanakan upacara
adat dan agama. Orientasi kehidupan masyarakat didominasi oleh suasana
spiritual dan religius. Hal ini dibuktikan dengan ketaatan mereka melaksanakan
upacara keagamaan. Seperti upacar untuk memuja burung kokokan yang jatuh setiap
hari tumpek kuningan. Mereka akan membuat berbagai bebantenan yang akan
dipersembahkan kepada dewa penguasa burung kokokan. Upacara adalah ketika
burung-burung kokokan mati, maka mayatnya akan dibakar dan abunya diambil dan
selanjutnya dibuatkan upacara khusus sebagai tanda penghormatan terakhir kepada
para burung.
Selain taat
kepada suasana spiritual, mereka juga rajin mengadakan rapat pengurus atau
pengelola Banjar Petulu Gunung. Rapat ini dilakukan setiapa tanggal 5, jadi
sebulan sekali. Dalam rapat ini akan diadakan evaluasi terhadap kehidupan
masyarakat selama sebulan penuh. Apabila ada suatu masalah yang dihadapi
masyarakat akan diselesaikan secara kekeluargaan. Selain itu juga bila ada
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan masyarakat terhadap awig-awig yang sudah
ditetapkan maka dilakukan pemberian hukuman yang tetap. Tentang hukuman apa dan
seberapa besar hukuman akan dibahas dalam rapat ini.
1.1.6
keadaan
ekonomi masyarakat
Untuk keadaan
ekonomi masyarakat biasanya datang dari beberapa sumber. Sumber yang pertama
berasal dari hasil penjualan tiket bagi para wisatawan. Keuntungan yang
diperoleh dari pengelolaan obyek wisata selama 1 bulan sebesar 20 juta, sebelum
dikurangi beban lainnya, seperti gaji untuk para guide, dimana per orang yang
bekerja selama 4 jam mendapat Rp.20.000. Kentungan ini nantinya akan digunakan untu
mengembangkan Desa kaeraha yang lebih baik.
Sumber kedua
berasal dari pekerjaan masyarakat. Bagi para petani maka perekonomian bersumber
dari hasil penjualan beras, hasil dari sawah mereka. Sedangkan untuk para
pengrajin, tentunya perekonomian mereka bersumber dari hasil penjualan hasil
karya mereka. Berdasarkan hasil wawancara kami dengan salah satu pengrajin
disana yang bernama Bapak…… beluau biasanya memproduksi kerajinan paling banyak
berupa bingkai foto. Beluau membuka usaha ini sejak tahun 80-an. Per hari
beliau bisa menghasilkan 10 biji bingkai foto. Usaha ini masih berupa industry
rumahan. Bahan yang diperlukan hanya kayu-kayu untuk diukir. Penghasilan yang
ia dapatkan kadang tidak tetap………………….. karya yang ia hasilkan biasanya di beli
dan dipesan oleh para touris yang berkunjung ke desa tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar