TARI ARJA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan pulau. Dimana setiap pulau mempunyai keunikan masing-masing, terutama dari segi hasil budayanya.  Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.  Kebudayaan atau budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang  merupakan bentuk jamak dari buddhi ( budi/akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Sedangkan dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut dengan culture, yang berasal dari kata latin coleve, yaitu mengolah atau mengerjakan. (http://bermacaminformasiku.blogspot.com)
Bali merupakan salah satu pulau yang memiliki kebudayaan yang sangat kental . Pulau yang terletak di sebelah timur pulau Jawa ini, memiliki berbagai keunikan yang tidak bisa ditemui di pulau lain. Hal yang paling terkenal dan membuat orang terkagum-kagum akan pulau Bali adalah dari sektor pariwisatanya. Didukung dengan lingkungan indah seperti beberapa pantainya yang memang menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Walau pada kenyataanya,  Bali adalah salah satu pulau kecil yang ada di Indonesia. Selain karena sektor pariwisatanya sejak lama Bali sudah dikenal masyarakat dunia karena keunikan dan hasil kebudayaan yang dimilikinya dari zaman dahulu kala sampai dengan sekarang. Hasil kebudayaan Bali yang masih ada dan masih dilestarikan sampai sekarang oleh masyarakat Bali adalah seni tarinya. Kesenian Tari Bali memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Bali.
Menurut pengertiannyaMenurut pengertiannya tari merupakan sebuah ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan melalui gerakan-gerakan tubuh manusia. Dari pengertian tersebut tampak dengan jelas bahwa hakekat daripada sebuah tari adalah gerak. Sehubungan dengan hal tersebut dalam buku Kamus Umum Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa "Tari adalah gerakan badan (tangan dan sebagainya) yang berirama dan biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian (seperi musik, gamelan)“ (http://senitaridrama.blogspot.com). Sehingga Tari Bali merupakan sebuah ungkapan perasaan yang dinyatakan melalui gerak-gerakan tubuh yang dijiwai oleh nilai-nilai budaya Bali . Kecantikan Tari Bali tampak pada gerak-gerakannya yang abstrak dan indah. Sebagian Tari Bali merupakan tarian bermakna religius. Tetapi sejak tahun 1950-an seiring dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung ke pulau Bali maka banyak tarian yang ditarikan diluar prosesi keagamaan dan telah mengalami banyak modifikasi.
Dari segi struktur masyarakat, Tari Bali dalam perkembangannya dapat dibagi menjadi 3 periode, yang pertama pada zaman Pra Hindu yang merupakan periode masyarakat primitif. Pada zaman ini gerakan tarian masih meniru gerak alam disekitarnya, seperti gerakan binatang, alunan ombak dan lambaian pohon-pohon yang tertiup angin. Dalam pementasannya, tarian pada zaman ini biasanya berfungsi sebagai penolak bala yang disertai dengan penari yang mengalami trance (kerauhan). Unsur-unsur tarian tersebut masih terpelihara sampai sekarang.
Yang ke-2 pada zaman feodal, yang bercirikan elemen-elemen kebudayaan Hindu. Pada zaman ini terjadi hubungan yang erat dengan kerajaan yang ada di Bali dan Jawa. Pada zaman feodal, tari-tarian berkembang di Istana, dipentaskan pada hari-hari penting, dan akhirnya berkembang  di masyarakat, sehingga pada saat upacara agama selalu ditampilkan tari-tarian tersebut berikut gamelan pengiringnya. Sedangkan yang ke-3 adalah zaman modern, dimana pengaruh kerajaan mulai berkurang, dan mulailah terciptanya kreasi-kreasi baru oleh seniman-seniman Bali. Tari kreasi baru ini lebih difungsikan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat. (http://www.Balitoursclub.com)
Selain itu Tari Bali juga dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Dari segi fungsinya Tari Bali dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu, Wali (sakral),  Bebali (upacara) dan Balih-Balihan (hiburan).  Tari Wali merupakan jenis tarian upacara atau tari sakral, ditarikan pada setiap kegiatan upacara adat dan agama Hindu di Bali. Tari Wali ini umumnya dipentaskan di halaman tengah Pura (Jeroan) dan tidak akan dipentaskan pada acara-acara lainnya. Perangkat tari seperti busana, topeng atau juga barong sangat dikeramatkan oleh warga penyungsungnya serta disimpan di suatu Pura sehingga dipersyaratkan adanya upacara khusus saat diambil dari tempat penyimpanannya, saat ditarikan serta di simpan kembali pada tempatnya.Contoh Tari Wali seperti Tari Rejang, Tari Baris, Tari Barong, Tari Sanghyang, Tari Topeng Sidakarya, dan Tari Baris Gede. Tari Bebali merupakan jenis Tari Bali yang juga digelar pada suatu upacara keagamaan dan umumnya Tari Bali dipentaskan dengan suatu lakon yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara tersebut. Tari Topeng Pajegan, Tari Topeng Panca, Drama Tari Gambuh, Tari Telek dan Wayang adalah jenis Tari Bebali yang paling sering dipentaskan, sebagai pengiring suatu upacara. Tari Bebali biasanya dipentaskan di Jaba Tengah yang merupakan ruang diantara halaman luar (Jaba Sisi) dengan halaman utama (Jeroan) suatu Pura. Sedangkan Tari Balih-Balihan merupakan perkembangan dari seni Wali dan Bebali yang ditujukan sebagai sarana hiburan dengan lakon serta kreasi tari dan tabuh yang lebih bebas. Contoh Tari Balih-Balihan seperti Tari Jogged, Tari Janger, Tari Kecak, dan Tari Kebyar Duduk.
Dari ketiga kelompok tari tersebut, ada satu jenis Tari Bali yang sangat digemari di kalangan masyarakat Bali dan masih dilestarikan sampai sekarang. Tari tersebut adalah Tari Arja. Tari Arja merupakan salah satu jenis dari Tari Bebali. Pada karya  tulis ini akan dibahas mengenai seluk beluk dari dari Tari Arja.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah dari Tari Arja?
2.      Bagaimana perkembangan Tari Bali dari mulai tercipta sampai dengan sekarang?
3.      Bagaimana fungsi dari Tari Arja bagi kehidupan masyarakat?
4.      Bagaimana perbendaharaan atau ragam gerak dalam Tari Arja?
5.      Bagaimana tata rias dalam Tari Arja?
6.      Bagaimana kostum yang digunakan dalam Tari Arja?
7.      Bagaimana musik yang digunakan dalam Tari Arja ?

1.3  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui sejarah dari Tari Arja.
2.      Untuk mengetahui perkembangan Tari Bali dari mulai tercipta sampai dengan sekarang.
3.      Untuk mengetahui fungsi Tari Arja dalam kehidupan masyarakat.
4.      Untuk mengetahui perbendaharaan atau ragam gerak dalam Tari Arja.
5.      Untuk mengetahui tata rias dalam Tari Arja.
6.      Untuk mengetahui kostum yang digunakan dalam Tari Arja.
7.      Untuk mengetahui musik yang digunakan dalam Tari Arja.

1.4  Manfaat Penulisan
Manfaat bagi penulis:
1.      Dapat memperoleh nilai praktek mata pelajaran seni budaya.
2.      Menambah wawasan penulis terkait dengan seluk beluk Tari Arja.
Manfaat bagi pembaca:
1.      Dapat mengetahui sejarah dari Tari Arja.
2.      Dapat mengetahui perkembangan Tari Bali dari mulai tercipta sampai dengan sekarang.
3.      Dapat mengetahui fungsi Tari Arja dalam kehidupan masyarakat.
4.      Dapat mengetahui perbendaharaan atau ragam gerak dalam Tari Arja.
5.      Dapat mengetahui tata rias dalam Tari Arja.
6.      Dapat mengetahui kostum yang digunakan dalam Tari Arja.
7.      Dapat mengetahui musik yang digunakan dalam Tari Arja.




















BAB II                                                                                                                                                                    PEMBAHASAAN
2.1 Sejarah Tari  Arja
Tari Arja adalah kesenian tradisional Bali yang merupakan perpaduan antara drama, tari dan musik yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan, sehingga menjadi suatu bentuk tontonan yang menyatu. Sehingga Tari Arja disebut juga sebagai dramatari. Dramatari adalah pertunjukan drama yang diungkapkan dalam bentuk gerak tarian serta percakapan (drama tari berdialog) atau nyanyian (drama tari tak berdialog).  
Menurut I Made Bandem dalam bukunya Ensiklopedia Tari Bali, etimologi kata Arja diduga berasal dari kata “ Reja“ yang mendapat awalan “A” sehingga menjadi kata Areja. Oleh karena kasus pembentukan kata, istilah Areja berubah menjadi Arja yang berarti “sesuatu hal yang mengandung keindahan”. Dan saat ini kata Arja dipergunakan untuk menamakan satu jenis kesenian Bali yang berunsurkan tari, drama dan nyanyian yaitu Tari Arja.
 Arja diduga muncul sekitar tahun 1775-1785 M, pada masa pemerintahan Raja I Dewa Agung Gede Sakti di Puri Klungkung. Tepatnya pada saat menantu beliau, I Gusti Ayu Karangasem mengadakan upacara pembakaran mayat untuk suami dan madunya, yaitu I Dewa Gede Agung Kusamba dan I Gusti Ayu Jambe, yang meninggal ketika membantu menyelesaikan perang saudara antara I Dewa Gede Rai dari Bangli dan I Dewa Agung Gede Oka dari Taman Bali, di sungai Belahan Pane akibat serangan tentara Taman Bali yang salah duga atas kedatangannya.  Upacara pembakaran mayat yang dilakukan besar-besaran itu dihadiri raja-raja dari seluruh Bali dengan membawa seni pertunjukan dari daerahnya masing-masing. Waktu itu untuk pertama kalinya I Dewa Agung Manggis, raja Gianyar dan I Dewa Agung Jambe, raja Badung, memprakarsai pergelaran Arja.
Tari Arja saat itu masih disebut Dadap yang melakonkan Kesayangan limbur, sebuah cerita yang berisikan sindiran terhadap I Gusti Ayu Karangasem. Pohon “dadap” diangap suci oleh masyarakat Bali dan dipakai dalam upacara, misalnya dalam upacra Dewa Yadnya (upacara suci untuk dewa-dewa). Kayu “dadap” juga dipakai untuk membuat pelinggih (tempat suci) para roh leluhur yang diundang menghadiri upacara. Dalam upacara Manusa Yadnya, daun dadap dipakai sebagai “tepung tawa”, lambang pembersih dan keselamatan. Adapun dalam upacara perkawinan, dahan dadap dipakai sebagai alat pemikul hasil bumi, yang merupakan lambang kesuburan, sekaligus dipakai sebagai tiang sanggah (tempat suci yang dipakai untuk pemujaan pada upacara perkawinan). Baris dadap, salah satu jenis Tari Baris sakral yang menggunakan daun dadap sebagai senjata. Begitu pula dengan Wayang Lemah, menggunakan dahan dadap sebagai tiang menggantung benang pengganti kelir. Sejalan dengan ide pertunjukan Wayang Lemah, oleh karena itu Arja juga disebut Dadap, yang mana pertunjukannya dibagi dua kelompok, yakni kelompok kanan dan kelompok kiri. Pembagian kelompok diasosiasikan dengan falsafah baik dan buruk dalam kehidupan masyarakat di Bali. Semua pemeran, baik pria maupun wanita berjongkok pada masing-masing arena, menunggu giliran berperan. Saat itu, Arja tidak memakai instrumen, namun para pelaku berperan sambil menyanyikan tembang lelawasan, sejenis kidung upacara yang ada sekarang.
Ada kemungkinan Arja merupakan perkembangan dari Gambuh, sebuah teater klasik Bali yang dianggap sebagai sumber berbagai jenis teater Bali. Dalam sejarah perkembangannya, Arja banyak mengambil pemeran pria dan wanita dari Gambuh. Bebtuk gerak yang sangat sukar dalam Gambuh diubah dan disederhanakan guna menggarisbawahi ungkapan seni suara di dalam Arja. Itulah yang menyebabkan bentuk-bentuk gerak tari yang khas dalam Arja tidak terdapat dalam teater lain di Bali. Kendati ada kemungkinan bahwa nama dari wujud gerak tersebut sama dengan wujud gerak dalam Gambuh, namun kualitas dan pelaksanaannya jauh berbeda. Banyak diantara para pelaku yang merasa mengalami kesukaran dalam mempelajari Arja karena Arja lebih mengutamakan keharmonisan antara tembang dan gerak tariannya. Dalam Gambuh, penekanan-penekanan tersebut dapat dipisah-pisahkan. Ada bagian yang ditekankan pada gerak, ada yang ditekankan pada wawankata, dan ada pula yang ditekankan pada nyanyian. Lain halnya dengan Arja, semua aspek tersebut harus harmonis.
Karena arja merupakan suatu tari yang berunsurkan drama maka dalam penampilan harus ada ceri ataupun kisah yang harus dimanikan. Kisah ataupun lakon-lakon tersebut biasanya sangat beragam. Pada umumnya, lakon yang biasanya menjadi cirri khas suatu Tari Arja adalah cerita panji. Tapi seiring dengan perkembangan arja, lakon yang ditampilkan juga bersumber dari luar cerita panji. Berikut ini lakon-lakon yang sering diperankan dalam Tari Arja.

a.       Kisah Panji
Cerita ini mengisahkan kehidupan, percintaan, serta peperangan raja-raja dan kaum bangsawan Kerajaan Jenggala, Kediri, Gegelang, dan lain-lain di Jawa Timur. Di Bali cerita ini disebut Malat. Di dalam pertunjukan Arja, lakon Panji biasanya lebih dikenal dengan lakon Daha-Jenggala, atau lakon Galuh Daha dengan Mantri Jenggala. Lakon-lakon Arja yang tergolong kisah Panji, antara lain, Ponjon, Made Madu Swara, Banda Sura, Pakang Raras, dan lain-lain.

b.      Cerita Rakyat
Di samping kisah Panji, juga mengambil lakon dari cerita rakyat (folk tale) yang sesuai dengan pearjaan, yaitu cerita angker, keramat, atau yang mengandung ilmu hitam dan cara penolakannya. Cerita yang dimaksud, antara lain, Jayaprana, Rare Angon, Basur, dan Japatuan.

c.       Cerita Cina
Kebudayaan Bali banyak menerima pengaruh dari kebudayaan Cina, termasuk cerita Cina yang disebut Sam-Pek Eng-Tay yang kemudian dijadikan lakon Arja. Cerita ini mengisahkan seorang jejaka (Sam-Pek) yang karena kebodohannya gagal merebut hati kekasihnya (Eng-Tay), sehingga ia mati merana. Eng-Tay yang sebenarnya sangat mencintai Sam-Pek, akhirnya menghilang masuk kuburan Sam-Pek.

d.      Mahabharata
Wiracarita Mahabharata lebih dikenal sebagai lakon Wayang Kulit Parwa. Cerita ini diangkat pula sebagai lakon Arja, seperti Senapati Salya dan Perkawinan Bimaniyu (Kapandung Siti Sundari), yang dalam kesusastraan Jawa Kuno cerita ini disebut Gatotkacasraya.

e.       Ramayana
Ramayana, yang merupakan cerita pokok dari Wayang Kulit Ramayana, diangkat juga sebagai lakon Arja.



2.2 Perkembangan Tari Arja
Berpangkal pada Arja Dadap yang muncul di Puri Klungkung, bermunculanlah jenis-jenis Arja dengan lakon yang berbeda dalam masyarakat Bali. Sehingga dalam perkembangannya Tari Arja dibagi menjadi 3 tahap perkembangan, yaitu sebagai berikut.
  • Munculnya Arja Doyong yaitu Arja yang dalam pementasannya  tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang.
  • Arja Gaguntangan adalah Arja yang dalam pementasannya  memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang.
  • Arja Gede adalah Arja yang dalam pementasannya  yang dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku seperti yang ada sekarang.
Di Singapadu muncul Arja Doyong atas prakarsa tokoh-tokoh Gambuh Singapadu, antara lain Nang Turun dan Cokorda Rai Panji. Penarinya semua laki-laki dengan tata busana sederhana. Mereka menyanyi bersahutan seperti melagukan pantun lagu Melayu dewasa ini. Setelah Arja Doyong ini, muncul Arja yang memakai lakon Pakang Raras di Banjar Tameng Sukawati, yang didukung oleh tokoh-tokoh Legong Kraton dari Sukawati, seperti Dewa Rai Perit yang memerankan tokoh Putri, Anak Agung Raka yang memerankan tokoh Mantri, tokoh Penasar dan sebagainya. Arja Pakang Raras ini diiringi gambelan geguntangan, yang meliputi kendang, ceng-ceng, kajar, guntang, dan suling.
 Dalam perkembangan selanjutnya, muncul lagi Arja di Singapadu yang melakonkan Sam-Pek-Eng-Tay, cerita Cina yang disajikan dalam bentuk tembang. Arja yang sama berkembang juga di Desa Blahbatuh dengan galuh-nya yang terkenal, yaitu I Wayan Purna, dalam membawakan tembang-tembang Slopog. Tidak lama kemudian, Arja berkembang di Desa Kramas, Kabupaten Gianyar. Perkembangan ini ditandai dengan tumbuhnya Arja di Banjar Pelaklagi, dan kehidupannya didukung beberapa seniman ternama, seperti I Karas, Ida Aji Gederan, I Kelebit, dan I Keken. Sekitar 1915-1920 Arja di daerah Bai Tengah mulai populer, dengan munculnya perkumpulan Arja dari Desa Singapadu yang membawakan lakon Jayaprana. Menurut informasi dari seniman-seniman tua di Desa Singapadu, lakon Jayaprana dibawa ke Singapadu oleh pedagang candu dari Desa Liligundi Kabupaten Buleleng. Arja Jayaprana diperkenalkan kepada masyarakat oleh para pemeran seperti I Made Tokolan (Nang Turun) dan I Gusti Ngurah Keceb. Nang Turun mewariskan keahliannya kepada I Wayan Geria dan I Made Keredek, yang menampilkan tokoh-tokoh wanita dalam pengembangan Arja Jayaprana di Singapadu. Tokoh-tokoh tersebut ialah Ni Nyoman Rindi, Ni Made Senun, A.A Rai Tangi, dan Ni Jero Sebita.
Sekitar tahun 1930-an, perkembangan Arja semakin meningkat. Seniman I Made Keredek mulai belajar Arja di Desa Kerambitan (Tabanan), Apua (Bangli), Peliatan Ubud (Gianyar), Kedaton, dan Renon (Denpasar). Karena semakin banyak kelompok masyarakat yang tertarik dengan Arja, munculah Arja Sebunan, yaitu sebuah perkumpulan Arja dari sebuah banjar atau desa adat. Pementasan Arja yang semula didukung beberapa seniman saja, tahun 1970-an mulai didukung seniman dan seniwati dalam jumlah lebih besar, maka disebut Arja Gede (Arja Besar). Menurut almarhum I Made Keredek, di desa Carangsari, Kabupaten Badung, pernah dipentaskan Arja yang mempergunakan 17 tokoh mantri dengan lakon Sayembara Drupadi. Karena mengalami kesukaran dalam penyutradaraan, pertunjukan Arja Gede itu hanya berlangsung tiga jam.
Tahun 1940-an tetap menjadi titik tolak perkembangan Arja di Bali. Tuntutan masyarakat akan perubahan menyebabkan muncul sebuah pertunjukan Arja Gede dengan pelaku-pelaku utama yang diambil dari Arja Sebunan. Tokoh Arja Sebunan yang terpandai dipilih sebagai anggota Arja Gede. Keadaan seperti itu menyebabkan sebutan Arja Gede diganti dengan Arja Bon. Sampai saat ini nama arja Bon masih terpampang dalam ingatan masyarakat Bali, lebih-lebih banyak pendukung kesayangan masyarakat yang berasal dari semua daerah kabupaten di Bali. Karena Arja Bon dilakukan pleh 12 pelaku, Arja itu disebut juga Arja Roras (Arja Dua Belas). Sampai-sampai almarhum I Nyoman Likes, seorang seniman yang selalu bertindak sebagai impresario Arja itu, diberi julukan Bapak Dua Belas. Selain itu, seniman pegongan I Wayan Bangkrik dai Belaluan Denpasar terkenal juga sebagai pembina Arja Roras, khususnya untuk kepentingan amal dan pasar malam yang diadakan pemerintah.
Setelah teater Arja Roras semakin pudar di mayarakat, muncullah grup Arja Telu Aji Siu, tiga seharga seribu rupiah. Sebutan ini sangat populer karena ongkos yang diterima oleh seorang pelaku adalah sebanyak Rp 333,33 (tiga ratus tiga puluh tiga rupiah tiga puluh tiga sen). Kemudian setelah ada perubahan nilai mata uang, Arja Telu Aji Siu diganti dengan nama Arja Ri karena nama pelaku utamanya diawali dengan kata Ri, seperti Ribu, Riuh, Rinun, dan Rideng.
 Sekitar tahun 1968 sistem impresario semakin menonjol di pulau ini, sehingga anggota-anggota Arja Ri bergabung menjadi Arja Candra Metu RRI Denpasar, dengan memilih cerita Pakang Raras sebagai lakon utama. Seniwati, seperti Ni Nyoman Candri, Ni Made Suci, Cok Istri Partini, Monjong, Sadru, dan Monogan, turut pula membintangi Arja ini. Gamelan geguntangan, yang biasanya dipakai untuk mengiringi Arja lainnya, kini diganti gamelan gong, bahkan gender wayang masuk di dalamnya. Menurut keterangan para seniman yang tergabung dalam grup Candra Metu ini, terpakainya dua gamelan tersebut karena mereka mempunyai kebebasan berkreasi.
Namun, akibat digunakan Gong Kebyar adalah mulai tidak lakunya arja sekaa sebunan. Apalagi setelah munculnya drama gong, maka arja yang terlalu melankolis ini dianggap lamban. Akhirnya yang bertahan hanyalah Arja RRI dengan penari-penari kawakan: Ribu, Monjong, Sadru, Ida Bagus Buduk, sedangkan tiga yang terakhir sudah meninggal dunia. Nasib arja pun akhirnya bisa ditebak ketika tokoh-tokoh itu sudah mulai tua dan kaderisasi tidak jalan. Arja ditinggalkan penontonnya. Menjadi penari arja juga tidak mudah, harus menguasai tari, tembang dan dialog.
Setelah lama tenggelam muncul, sejak abad ke 20, timbulah suatu inovasi baru yang dipelopori oleh Sanggar Printing Mas. Semua pemeran Arja adalah pria yang di sebut Arja Muani. Arja ini lebih mengutamakan ke banyolan (lawakan).  Jadi, pesan moral yang disampaikan dalam arja berubah menjadi lawakan sehingga cerita menjadi tidak penting benar, yang jauh lebih penting adalah banyolan. Hal ini sungguh menghibur masyarakat dan semakin meningkatkan popularitas Tari Arja di kalangan masyarakat.  Sanggar Printing Mas termasuk sukses dengan pembaruan ini. Lakon yang top saat itu seperti ”Siti Markomah”. Selain itu muncul juga grup Coblong Pamor di Denpasar dan grup Akah Canging di Tabanan yang juga menampilkan Arja Muani. Ternyata umur arja muani ini juga tidak panjang. Sanggar Printing Mas membekukan grupnya karena tak tahan melawan pembacakan VCD, sementara grup lainnya juga mulai ditinggalkan penonton karena lawakannya mengarah ke vulgar dan terjadi pengulangan sehingga membuat penonton bosan.
Namun setelah beberapa kali gagal akhirnya ada upaya lain yang muncul, sesuatu yang lebih serius dan jauh dari kesan menjual banyolan, yaitu dengan memberikan nuansa baru pada Arja, yakni dengan menambah jalan cerita yang penuh ditampilkan dalam pementasan arja. Ini dilakukan oleh Geria Olah Kreativitas Seni (GEOKS) Singapadu pimpinan Prof. Dr. I Wayan Dibia. Sudah dua garapannya yang diciptakan. Pertama lewat cerita ”Ketemu Ring Tampaksiring”, berdasarkan cerita pendek berbahasa Bali karya I Made Sanggra, dan yang baru saja dipentaskan adalah ”Prabu Adhipusengara”. Yang terakhir ini adalah adaptasi dari kisah teater klasik Eropa yang begitu legendaris, Oedipus Sang Raja. Walaupun mengambil cerita yang berbeda dari biasanya, tetapi kreasi GEOKS ini tetap setia kepada pakem-pakem arja, baik pola keluarnya penari (pepeson), agem tari, tembang, dan bahkan penokohannya. Tidak ada yang berubah sama sekali. Hanya cerita yang menjadi ”asing”, tidak ditemukan dalam kisah-kisah Panji sebagaimana ciri khas cerita arja.
Dari perkembangan selama ini dapat dikatakan bahwa Arja masih sangat populer di masyarakat Bali, seperti dapat dilihat pada kemaunan masyarakat untuk berbondong-bondong meramaikan festival yang diadakan setiap tahun hingga saat ini. Secara sepintas maka dapat dikatakan bahwa Arja di Bali masih tersebar di banyak wilayah, seperti Bangli, Klungkung, Gianyar, Amlapura, Badung, Tabanan, Jembrana, hingga Singaraja. Pertunjukkan Arja sendiri makin berkembang, dari even biasa hingga even berskala besar seperti Pesta Kesenian Bali (PRKB).
Dalam perkembangannya Arja mengenal semacam penyutradaraan. Tokoh yang menjadi pengarah ini seringkali juga merupakan  pengajar tari, tembang dan gamelan, selain pengarang tembang yang akan digunakan. Pada umumnya ia akan mengarang dan menyusun tembang itu sesuai yang diinginkan menurut lakon dan jalan ceritra yang akan dipentaskan.
Dalam penokohan Tari Arja, dikenal ada 12  pemeran tokoh dalam tari tersebut yang harus ada dalam setiap pementasannya walaupun cerita yang dimainkan berbeda-beda. Tokoh-tokoh tersebut menjadi tokoh-tokoh pokok yang tidak bisa dihilang dalam suatu pemetasan Tari Arja. Tokoh tersebut memiliki watak berbeda-beda sehingga mereka memiliki cirri khas tersendiri baik dari segi penampilan sampai dengan gerak-gerik mereka. Hal ini yang yang sering sekali memberi hiburan yang lebih untuk masyarakat yang menontonnya. Sehingga dalam Tari Arja tokoh-tokoh tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu golongan baik dan golongan buruk. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya.
a.       Condong   : merupakan seorang dayang galuh. Dia merupakan tokoh yang keluar paling pertama.
b.      Galuh : merupakan seorang putri raja. Dia merupakan pemeran utama dalam setiap cerita yang dientaskan. Dia memiliki sifat-sifat layaknya seorang putri. Seperti lemah lembut, anggun, baik hati, dan sangat cantik.
c.       Desak rai : merupakan dayang dari Liku ( Putri Buduh ).
d.      Liku : merupakan seorang putri raja. Dia bersaudara dengan Galuh. Hanya saja dia tidak memiliki sifat sepertinya. Dia memiliki watak yang keras dan terkadang menunjukkan sifat seperti putri yang gila. Sehingga dia disebut juga sebagai putri buduh. Dalam pementasannya, likulah yang paling ditunggu penampilannya, karena penampilannya yang sering membawa humor, seperti pakainnya yang norak dan kelakuan yang lucu. Sehingga sangat menghibur penonton.
e.       Limbur : merupakan seorang permaisuri. Kadang dalam salah satu cerita yang dipentaskan, dia juga menjadi ibu dari Galuh.
f.       Mantra manis: adalah seorang anak muda yang tampan atau putra. Dia sama halnya seperti galuh. Dia juga merupakan pemeran utama dan memiliki sifat layaknya seorang pangeran, seperti bijaksana, gagah berani, dan baik hati.
g.      Punta : merupakan seorang parekan (dayang) dari Mantri Manis.
h.      Wijil manis : merupakan seorang parekan (dayang) dari Mantri Manis
i.        Mantra buduh : “ merupakan seorang putra. Tapi berbeda halnya dengan Mantri Manis. Mantri Buduh me
2.3 Fungsi Tari Arja
Menurut fungsinya Arja digolongkan ke dalam kelompok Tari Balih-balihan. Tari Balihan-balihan merupakan tari yang berfungsi sebagai pertunjukan dan hiburan. Tari ini biasanya dipentaskan di Jaba Pura (di luar pura ). Sebagai suatu bentuk teater Arja dipengaruhi oleh Gambuh dan mempunyai uger-uger atau pola yang mencerminkan zaman Puri.
Arja menyajikan ceritra kerajaan dan perwatakannya sangat diperngaruhi oleh adanya kasta. Arja selain berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat, arja juga sebagai Tari Keagamaan atau tari yang sering dipentaskan dalam upacara keagamaan, kemudian juga berkembang untuk kepentingan amal, hiburan di pasar malam dan kepentingan lainnya.
Sebagai suatu pertunjukan Arja mempunyai makna juga untuk pendidikan. Biasanya masyarakat sesudah menonton Arja berhari-hari akan menirukan nyanyian dan lelucon yang ditampilkan oleh kelompok yang baru saja mereka lihat. Gerakan-gerakan lucu atau ungkapan tentang kejadian-kejadian yang menggelitik akan mereka ulangi dalam pergaulan sehari-hari. Dengan demikian Arja merupakan suatu medua komunikasi yang sangat ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan.
2.4 Musik Iringan Tari Arja
Musik iringan dalam Tari Arja mengalami juga mengalami perkembangan dari masa kemasa. Dari perkembangan ini juga membedakan perkembangan tari arja menjadi 3 tahap. Pada tahap pertama disebut dengan Arja Doyong, dimana Arja ini dalam pementasannya tidak diiringi dengan gamelan, tapi hanya diiringi dengan lantunan tembang lelawasan. Selain itu Arja juga menampilkan seni suara yang bertangga nada slendro/pelog menjadi tembang yang sangat merdu dan menarik, sedangkan sebagai pendukung dan penagasan ceritera dilakukan melalui monolog dan dialog.
Perkembangan tahap kedua yaitu Arja yang diiringi dengan geguntangan. Gamelan ini adalah pengiring pertunjukan dramatari Arja yang diperkirakan muncul pada permulaan abad XX. Sesuai dengan bentuk Arja yang lebih mengutamakan tembang dan melodrama, maka diperlukan musik pengiring yang suaranya tidak terlalu keras, sehingga tidak sampai mengurangi keindahan lagu-lagu vokal yang dinyanyikan para penari. Melibatkan antara 10 sampai 12 orang penabuh, gamelan ini termasuk barungan kecil. Geguntangan adalah suatu barungan yang ditentukan oleh adanya 2 buah instrumen yang sama yaitu instrumen guntang dan kedua instrumen tersebut mempunyai tugas dan fungsi berlainan, yaitu: pertama guntang kajar atau pemegang mat, bernada tinggi. Kedua guntang wadon berfungsi sebagai kempur atau penanda akhir suatu bagian lagu, yang bernada lebih rendah dari guntang lanang. Pukulan guntang wadon lebih jarang yaitu empat kali pukulan lanang sama dengan satu kali pukulan wadon. Di samping itu guntang bila dipukul tidak menyuarakan nada tertentu seperti instrumen-instrumen lainnya, baik termasuk laras pelog maupun selendro. Sebab dalam barungan gamblengan geguntangan melodi dipegang oleh suling, sedangkan guntang sebagai pemegang mat dan penanda akhir suatu bagian lagu.
Meskipun Guntang tidak mendukung nada tertentu, getaran suaranya yang empuk dan lembut memberikan suasana yang khas baik kepada barungan geguntangan itu sendiri maupun pementasan tari Arjanya. Terutama pada saat instrumen-instrumen lainnya dihentikan sesaat, dan dalam suasana pementasan sedih atau sentimential, maka suara guntang memberi irama sahdu.
Bahan untuk guntang adalah bambu “petung” yang agak besar, lebih besar dari ukuran terbesar bambu untuk membuat gerantang Joged Bungbung. Guntang Lanang mempunyai ukuran panjang silinder dan garis tengah lingkaran penampangnya masing-masing 40 cm dan 10 cm. Sedangkan guntang wadon masing-masing 60 cm dan 15 cm. berbeda dengan gambelan bambu lainnya guntang dibuat dari seruas bambu dengan kedua penampangnya masih tertutup oleh buku-buku ruas.
Posisi memukul guntang adalah dengan bersila dan memangkunya. Tangan kanan memegang panggul, sedang telapak tangan kiri menempel pada penampang buku ruas sebelah kiri tepat pada lubang tadi.
Gambelan geguntangan bukan saja terdapat dua buah guntang melainkan terdapat pula instrumen lain seperti kendang, cengceng, tawa-tawa,
Dan pda tahap perkembangan ketiga adalah Arja Gede yang diiringi dengan gong kebyar. Gong Kebyar merupakan satu barungan gembelan yang masuk ke dalam ensamble besar, dimana butuh 35 orang penabuh/ pengrawit saat memainkan ensamble ini. Gong Kebyar memakai laras pelog 5 Nada (3,4,5,7,1) dan kebanyakan instrumennya memiliki 10 sampai 12 nada, yang lagu-lagunya seringkali merupakan penggarapan kembali terhadap bentuk-bentuk (repertoire) tabuh klasik dengan merubah komposisinya, melodi, tempo dan ornamentasi melodi.  Desa yang disebut-sebut sebagai asal pemunculan Gong Kebyar adalah Desa Jagaraga (Buleleng) yang juga memulai tradisi Tari Kekebyaran.
Jenis instrument yang ada dalam barungan (ensamble) Gong Kebyar beserta fungsi dan teknik memainkannya.
a.       Kendang

Kendang adalah instrument yang terbuat dari kayu yang bentuknya tabung yang memiliki 2 muka yaitu satu diameternya lebih besar dan bagian lainnya yang lebih kecil. Kendang di dalam Gong Kebyar ada Kendang Lanang Wadon dan ada kendang tunggal atau bebarongan. Fungsi kendang di dalam Gong Kebyar adalah sebagai pemurba irama, sebagai penghubung bagian lagu, membuat angsel-angsel dan mengendalikan irama gending. Cara-cara memainkan kendang adalah milpil, batu-batu, gagulet dan cadang runtuh.

b.      Terompong
Terompong adalah salah satu instrument yang ada di Gong Kebyar, terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk pencon yang berjumblah 10 pencon, dan tungguhnya yang terbuat dari kayu biasanya diukir atau lelengisan (yang tidak di  ukir). Fungsi instrument terompong adalah memainkan melodi pokok, memulai lagu lelambatan dan membuat fareasi dan memperjelas melodi. Teknik memainkan instrument terompong adalah ngeluluk, neliti, nyele, ngembat, ngempyung, ngembat, nyintud, nyilih asih nyekati, ngumad, nguluin nerumpuk, ngoret,
dan ngerot.

c.       Giying atau ugal
Giying atau ugal adalah salah satu instrument yang ada dalam barungan Gong Kebyar. Ugal terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang dipukul berbentuk bilah dan tungguhnya yang terbuat dari kayu yang diukir atau lelengisan. Fungsi dari ugal atau giying adalah memulai gending, membawakan melodi gending dan menyambung atau menghubungkan ruas-ruas lagu. Teknik memainkan ugal atau giying ini adalah ngoret, ngerot, netdet, ngecek dan neliti.

d.      Pemade
Pemade adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan Gong Kebyar yang dimainkan dengan polos dan sangsih. Pemade juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk bilah dan tungguhnya terbuat dari kayu yang diukir atau lelengisan. Fungsi dari pemade adalah memberikan angsel-angsel, membuat jalinan motif-motif tertentu dan mengisi rongga-rongga antara penyahcah dan jublag. Teknik memainkan pemade adalah ngubit, norot, nyekati, gegulet, beburu, oncang-oncangan, ngoret, ngerot, ngantung milpil, netdet nyogcag dan asu nuntun saji.


e.       Kantil
Kantil adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan Gong Kebyar yang dimainkan dengan polos dan sangsih. Fungsi, teknik permainan dalam kantil dan pemade sama, hanya yang menjadi perbedaan adalah ukuran baik bilah atau tungguh kantil ukurannya lebih kecil.
f.       Reong
Reong adalah satu instrument dalam barungan gambelan Gong Kebyar. Reong juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah di pukul yang berbentuk pencon dan tungguhnya yang terbuat dari kayu yang diukir maupun lelengisan. Fungsi dari reong adalah memberikan angsel-angsel, membuat jalinan motif-motif tertentu dan bisa juga menghubungkan lagu. Teknik memainkan reong diantaranya adalah norot oncang-oncangan, ngubit, gegulet, berburu, nelutur, asu anuntun saji,dan memanjing.
g.      Penyahcah
Penyahcah adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan Gong Kebyar. Penyahcah juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk bilah dan tungguhnya terbuat dari kayu yang diukir atau lelengisan. Fungsi dari penyahcah adalah melipat gandakan pukulan jublag dan menjadikan pukulan lagu yang ajeg. Teknik memainkan penyahcah adalah neliti.
h.      Jublag
Jublag adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan Gong Kebyar. Jublag juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk bilah dan tungguhnya terbuat dari kayu yang diukir atau lelengisan. Fungsi dari jublag adalah menentukan jatuhnya pukulan jegog. Teknik memainkan jublag adalah neliti, nyelah dan ngempur.


i.        Jegogan
Jegogan adalah instrument yang ada dalam barungan gambelan Gong Kebyar. Jegog juga terdiri dari dua bagian yaitu daerah yang di pukul berbentuk bilah dan tungguhnya terbuat dari kayu yang diukir atau lelengisan. Fungsi dari jegogan adalah menandai lagu mencapai satu phrase (kalimat) dan menentukan jatuhnya gong atau kempur. Teknik memainkan jegogan adalah nyelah.
j.        Kempur
Kempur adalah salah satu instrument dalam Gong Kebyar yang berbentuk pencon. Fungsi dari kempur untuk menandakan akan jatuhnya pukulan gong.
k.      Gong
Gong adalah salah satu instrument dalam Gong Kebyar yang berbentuk pencon. Fungsi dari gong adalah menandakan selesainya satu lagu atau gending dan menjadi tanda peralihan lagu atau gending.
l.        Suling
Suling adalah instrument dalam Gong Kebyar yang terbuat dari bambu yang di beri lubang, umumnya enam lubang yang menghasilkan nada sesuai dengan standar nada pada instrument lain dalam barungan Gong Kebyar tersebut. Fungsi dari suling adalah menjadi pemanis dalam lagu. Teknik memainkan suling adalah ngelik, neliti dan wilet.
m.    Kajar
Kajar adalah salah satu instrument yang ada dalam barungan Gong Kebyar serta berbentuk pencon. Fungsi dari kajar adalah menentukan cepat lambatnya lagu atau gending.
n.      Kecek
Kecek adalah salah satu instrument yang ada dalam barungan Gong Kebyar. Kecek berbentuk pangkon atau cembung yang biasa di sebut simbal. Fungsi dari kecek adalah memberikan angsel-angsel atau aksen dalam suatu gending atau lagu.
2.5 Perbendaharaan Tari

2.6 Tata Rias Tari
2.7 Kostum Tari












0 komentar:

Posting Komentar